1. Hakekat
Otonomi Daerah
Sebagian
ahli berpendapat otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri,
mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara negara,
sedang otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.
Desentralisasi (definisi PBB)
terkait dengan masalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat yang berada
di ibu kota negara baik melalui cara dekonsentrasi, misalnya pendelegasian,
kepada pejabat dibawahnya maupun melalui pendelegasian pada pemerintah atau
perwakilan di daerah.
Otonomi makna sempit ‘mandiri’.
Makna luas ‘berdaya’ otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam
kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah bisa maka dikatakan sudah berdaya untuk melakukan
apa saja secara mandiri.
Alasan Indonesia membutuhkan
desentralisasi:
1. Kehidupan berbangsa dan
bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta, pembangunan wilayah lain sebagian dilalaikan.
2. Pembagian kekayaan secara
tidak adil dan tidak merata
3. Kesenjangan sosial sangat
mencolok
Alasan
ideal bagi penyelenggaraan desentralisasi pada pemerintahan daerah:
1.
Sudut
politik sbg permainan kekuasaan, desentralisasi untuk mencegah penumpukan
kekuasaan pada satu pihak yang akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Politik, desentralisasi
dianggap sebagai tindakan pendemokrasian.
3. Sudut teknik organisatoris
pemerintahan, desentralisasi untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien
diserahkan kepada daerah.
4. Sudut kultur, desentralisasi
diadakan upaya perhatian dapat sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan suatu
daerah.
5. Pembangunan ekonomi,
desentralisasi ada karena pemerintahan daerah dapat lebih banyak dan secara
langsuang membantu pembangunan tersebut.
Argumen dalam memilih
desentralisasi otonomi daerah:
1.
Untuk
terciptanya efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan
• Fungsi distributif (mengelola berbagai dimensi kehidupan)
• Fungsi regulatif (menyangkut penyediaan barang dan jasa)
• Fungsi Ekstraktif (memobilisasi sumberdaya keuangan untuk aktivitas
negara)
2. Sebagai sarana pendidikan
politik
3. Pemerintahan daerah sebagai
persiapan untuk karir politik lanjutan terutama karir dibidang politik dan
pemerintah ditingkat nasional
4. Stabilitas politik
5. Kesetaraan politik, masyarakat
tingkat lokal mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam politik
6. Akuntabilitas publik
Demokrasi memberikan ruang dan
peluang kepada masyarakat, untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan
penyelenggaraan negara.
2. Visi
Otonomi Daerah
Visi otonomi daerah dibidang
sosial dan budaya mengandung pengertian otonomi daerah harus diarahkan pada
pengelolaan, penciptaan dan pemeliharaan integrasi dan harmoni sosial.
Visi otonomi daerah dibidang
politik harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya
kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara demokratis.
Visi otonomi daerah dibidang
ekonomi bahwa ototnomi daerah satu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan
kebijakan ekonomi nasional didaerah.
Konsep
dasar otonomi daerah merangkum hal-hal:
1. Penyerahan sebanyak mungkin
kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik pada daerah.
2. Penguatan peran DPRD sebagai
representasi rakyat lokal dalam pemilihan dan penetapan kepala daerah.
3. Pembangunan tradisi politik
yang lebih sesuai dengan kultur demokrasi demi menjamin tampilnya kepemimpinan
pemerintahan didaerah yang berkualifikasi tinggi dengan tingkat akseptabilitas
yang tinggi pula.
4. Peningkatan efektivitas
fungsi-fungsi pelayanan eksekutif melalui pembenahan organisasi dan intitusi
yang dimiliki agar lebih sesuai dengan ruang lingkup kewenangan yang telah
didesentralisasikan
5. peningkatan
efisiensiadministrasi keuangan daerah serta pengaturan yang lebih jelas atas
sumber-sumber pendapatan negara dan daerah.
6. perwujudan desentralisasi
fiskal dari pemerintah pusat yang bersifat alokasi susidi
3. Bentuk
dan Tujuan Desentralisasi dalam Konteks Otonomi Daerah
a. Dekonsentrasi
Hanya
berupa pergesran volume pekerjaan dari parlemen pusat kepada perwakilannya yang
ada didaerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil
keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan. Dapat ditempuh melalui:
• Transfer kewajiban dan bantuan
keuangan dari pemerintah pusat kepada propinsi, distrik dan unit administratif
lokal
• Koordinasi unit-unit pada level
sub-nasional atau melalui insentif dan paraturan
perjanjian diantara pemerintah
pusat dan daerah serta unti-unit tersebut.
b. Delegasi
Adalah
pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk melakukan
tuga-tugas khusus kepada organisasi yang tidak secara langsuang berada dibawah
pangawasan pemerintah pusat.
c. Devolusi
Adalah
kondisi dimana pemerintahan pusat membentuk unit-unit pemerintahan diluar
pemerintahan pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada
unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Menurut Rondinelli, devolusi
merupakam upaya memperkuat pemerinyahan didaerah secara lelgal yang secara
subtantif kegiatan-kegiatan yang dilakukannya diluar kendali langsung
pemerintah pusat.
Ciri yang melekat pada devolusi:
o Adanya sebuah badan lokal yang
secara konstitusional terpisah dari pemerintah pusat dan bertanggung jawab pada
pelayanan lokal yang signifikan.
o Pemerinyah daerah harus memiliki
kekayaan sendiri, anggaran dan rekening seiring dengan otoritas untuk
meningkatkan pendapatannya.
o Harus mengembangkan kompetensi
staf.
o Anggota Dewan yang terpilih, yang
beroperasi pada garis partai, harus menentukan kebijakan dan prosedur internal.
o Pejabat pemerintah pusat harus
melayani sebagai penasihat dan evaluator luar yang tidak memiliki peranan
apapun didalam otoritas lokal.
d. Privatisasi
Adalah
suatu tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat, tetapi dapat pula merupakan peleburan
badan pemerintah menjadi badan usaha swasta. Misal: BUMN dan BUMD dilebur
menjadi Perseroan Terbatas (PT).
e. Tugas
Pembantuan
Merupakan
pemberian kemungkinan dari pemerintah pusat/pemerintah daerah yang lebih atas
untuk meminta bantuan kepada pemerintah daerah yang tingkatannya lebih rendah
agar menyelenggarakan tugas/urusan rumah tangga dari daerah yang tingkatannya
lebih atas.
Menurut Smith (Ekoprasojo) tujuan
desentralisasi:
a. Pendidikan politik
b. Latihan kepemimpinan politik
c. Stabilitas politik
d. Kesamaan politik
e. Akuntabilitas
f. Daya tanggap
g. Efesiensi
h. Efektivitas
4. Desentralisasi
dalam Negara Kesatuan dan Negara Federal
Pembagian kekuasaan pemerintahan
secara vertikal melahirkan desentralisasi dan otonomi daerah, pembagian
kakuasaan secara horisontal melahirkan kakuasaan eksekutif, yudikatif dan
legislatif.
Pembagian negara berdasarkan
pembagian kekuasaan terdiri negara federal dan negara kesatuan. 4 dimensi dalam
melihat perbandingan model pemerintahan daerah dalam negara kesatuan dan dalam
negara federal.
·
Karakter
dasar yang dimiliki oleh struktur pemerintahan regional/lokal.
·
Proses
pembentukan struktur pemerintahan regional
·
Sifat
hubungan antara struktur pusat dan struktur regional
·
Derajat
kemandirian yang dimilikioleh struktur regional
Negara kesatuan tidak memiliki
soverienitas (kedaulatan) sedang negara federal memiliki karakter kedaulatan.
Bagian negara kesatuan dibentuk
oleh pemerintah pusat melalui UU dan dapat dimekarkan bagian negara federal merupakan
struktur asli yang telah ada sebelum struktur negara federal terbentuk.
Hubungan antara struktur negara
kesatuan adalah subordinatif, sedngkan dalam negara federal bersifat
koordinatif.
Sistem federal dikenal pembagian
kekuasaan dan kewenangan nsecara vertikla antara negara bagian dan federal.
5. Sejarah
Otonomi Daerah di Indonesia
UU nomor 1 tahun 1945 tentang
pemerintahan daerah pasca proklamasi UU ini menekenken pada aspek cita-cita
kedaulatan rakyat melalui pengaturan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat
Daerah. Ditetapkan 3 daerah otonom (Karesidenan, Kabupaten dan Kota).
UU nomor 22 tahun 1948 berfokus
pada pengaturan tentang susunan pemerintahan daerah yang demokratis. Diletakkan
2 daerah otonom (otonom biasa dan otonom istimewa), serta 3 tingkatan daerah
otonom (propinsi, kebupaten/kota besar dan desa/kota kecil).
Perjalanan sejarah otonomi daerah
di Indonesia selalu ditandai dengan lahirnya suatu perundang-undangan yang
menggantikan produk sebelumnya.
Prinsip yang dipakai dalam
pemberian otonomi kepada daerah bukan lagi “otonomi yang riil dan
seluas-luasnya” tetapi “otonomi yang nyata dan bertanggung jawab” alasannya,
pandangan otonomi daerah yang seluas-luasnya dapat menimbulkan kecenderungan
pemikiran yang dapat membahayakan keuruhan NKRI dan tidak serasi dengan maksud
dan tujuan pemberian otonomi kepada daerah sesuai dengan prinsip-prinsip GBHN
yang berorientasi pada pembangunan dalam arti luas.
Pergantian UU no.5 tahun 1974
menjadi UU no.22 tahun 1999 adalah adanya perubahan mendasar pada format
otonomi daerah dan substansi desentralisasi.
6. Prinsip-prinsip
Pelaksanaan Otonomi Daerah
·
Dilaksanakan
denga aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.
·
Didasarkan
pada otonomi luas dan bertanggung jawab.
·
Pelaksanaan
yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kebupaten dan daerah kota, pada
daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
·
Harus
sesuai dengan konastitusi negara (tetap terjamin hubungan yang serasi antara
pusat dan daerah serta antar-daerah)
·
Lebih
meningkatkan kemandirian daerah otonom
·
Lebih
meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik fungsi
legislatif, pengawasan maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
·
Pelaksanaan
asaz dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai
wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah.
·
pelaksanaan
asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintahan kepada daerah
desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung-jawabkan
kepada yang menugaskan.
7. Pembagian
Kekuasaan Dalam Kerangka Otonomi Daerah
Dilakukan berdasarkan prinsip
negara kesatuan tetapi dengan semangat federalisme. Kekuasaan yang ditangani
pusat hampir sama dengan oleh pemerintah dinegara federal, yaitu hubungan luar
negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan agama, serta berbagai
jenis urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional.
Tujuan otonomi daerah yaitu
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik,
pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah.
Kewenangan yang diserahkan kepada
Daerah Otonomi Propinsi dalam rangka desentralisasi mencakup:
·
Yang
bersifat lintas kabupaten dan kota (bidang PU, Perhubungan, Perkebunan)
·
Perencanaan
dan pengendalian pembangunan regional secara makro
·
Kewenangan
kelautan yang meliputi eksplorasi, akspluoitasi, konservasi
·
Kewenangan
yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten
Keseimbangan kekuasaannya:
penguasaan ini tidak lagi dilakukan secara struktural, yaitu bupati dan
gubernur bertindak sebagai wakil pemerintah pusat sekaligus kepala daerah
otonom dan tidak lagi secara preventif perundang-undangan, yaitu setiap perda
memerlukan persetujuan pusat untuk dapat berlaku.
11
kewajiban yang diserahkan kepada Daerah Otonom Kabupaten dan Daerah Otonom
Kota:
ü
Peternakan
ü
Pertanian
ü
Pendidikan
dan Kebudayaan
ü
Tenaga
Kerja
ü
Kesehatan
ü
Lingkungan
Hidup
ü
Pekerjaan
Umum
ü
Perhubungan
ü
Pedagangan
dan Industri
ü
Penanaman
Modal dan
ü
Koperasi
4
kewenangan didasari pada:
Ø
Maka
dekat produsen dan distributor pelayanan publik dengan warga masyarakat yang
dilayani, semakin tepat sasaran, merata, berkualitas dan terjangkau pelayanan
publik tersebut.
Ø
Akun
membuka peluang dan kesempatan bagi aktor-aktor politiklokal dan sumber daya
manusia yang berkualitas didaerah untuk mengajukan prakarsa.
Ø
Karena
distributor SDM yang berkualitas tidak merata dan kebanyakan berada di Jakarta
dan kota besar lainnya
Ø
Pengangguran
dan kemiskinan sudah menjadi masalah nasional yang tidak saja hanya diperlukan
kepada pemerintah pusat semata.
8. Kesalahpahaman
Terhadap Otonomi Daerah
Otonomi daerah yang dapat
mencegah kemungkinan terjadinya disintegrasi nasional. Otonomi akan kembali
memperkuat ikatan semangat kebangsaan serta persatuan dan kesatuan diantara
segenap warga bangsa ini.
UU no.33 tahun 2004 memberikan
otonomi yang sangat luas kepada daerah, ini ditempuh karena dalam rangka
mengembalikan harkat dan martabat masyarakat didaerah, memberikan peluang
pendidikan politik dalam rangka peningkatan percepatan pembangunan dan
diharapkan penciptaan cara pemerintahan yang baik.
Salah paham denga kebijakan dan
implementasi OD (Otonomi Daerah):
o
Otonomi
semata-mata dikaitkan dengan uang (kenyataannya tidak)
o
Daerah
belum siap dan belum mampu (kenyataannya mampu)
o
Dengan
otonomi daerah maka pusat akan melepas tanggung jawabuntuk memantu dan membina
daerah (kenyataannya pemerintah pusat membantu)
o
daerah
dapat melakukan apa saja (daerah tidak mengabaikan aturan dan norma yang
berlaku)
o
Akan
menciptakan raja-raja kecil didaerah dan memindahkan korupsi didaerah (benar
bila didaerah terjadi KKN)
9. Otonomi
Daerah dan Pembangunan Daerah
Otonomi Daerah sebagai komitmen
dan kebijakan politik nasional merupakan langkah strategi yang diharapkan akan
mempercepat pertumbuhan dan pembangunan Daerah, disamping menciptakan
keseimbangan pembangunan antar daerah di Indonesia.
Pembangunan didaerah, baru akan
berjalan kalau sejumlah prasarat dapat dipenuhi, terutama oleh para
penyelenggara pemerintahan didaerah, yaitu pihak legislatif (DPRD, Propinsi,
Kabupaten dan Kota) dan eksekutif didaerah (Gubernur, Bupati dan Walikota).
Prakondisi yang diharapkan dari
Pemerintahan Daerah:
è
Fasilitas
(memfasilitasi bentuk kegiatan didaerah dalam bidang ekonomi)
è
Pemerintahan
daerah harus kreatif
è
Politik
lokal yang stabil
è
Pemerintahan
Daerah harus menjamin kesinambungan berusaha
è
Pemerintahan
Daerah harus komunikatif dengan LSM, terutama dalam bidang perburuhan dan
lingkungan hidup.
10.
Otonomi Daerah dan PILKADA
Langsung
PILKADA langsung (UU no. 32 tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan hasil revisi dari UU no. 22 tahun
1999). Legitimasi adalah komitmen untuk mewujudkan nilai-nilai dan norma-norma
yang berdimensi hukum, moral dan sosial.
Azas yang berlaku dalam pemilu:
Ü
Langsung
(tanpa perantara)
Ü
Umum
(menjamin kesempatan yang berlaku meyeluruh bagi semua warga negara, tanpa
diskriminasi berdasarkan suku, agama, rasi, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, pekerjaan, status sosial)
Ü
Bebas
(pemilihan tanpa tekanan dan paksaan)
Ü
Rahasia
(dijamin dan dipilih tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan
apapun)
Ü
Jujur
(sesuai dengan peraturan perundangan-undangan)
Ü
Adil
(mendapat perlakuan yang sama)
Menurut Axel Hadenrus, PILKADA
disebut demokratis jika ada 3 kriteria:
v
Keterbukaan
v
Ketepatan
v
Keefektifan
pemilu
Kedaulatan rakya mengandung
pengertian: PILKADA langsung harus efektif yang berarti jabatan kepala
eksekutif atau anggota legislatif harus diisi semata-mata denagn pemilu.
Pandangan pesimistik bahwa
dinegara-negara demokrasi dengan sistem pemerintahan yang relatif mapan.
Pandangan optimistikbahwa kepala
daerah membutuhkan legitimasi rakyat yang terpisah dari legislatif bertanggung
jawab terhadap rakyat, sehingga kepala daerah akan mampu mengoptimalkan fungsi pemerintahan.
Argumen PILKADA langsung terakit
dengan kedaulatan rakyat:
¥
Rakyat
secara langsung dapat menggunakan hak-haknya secara utuh.
¥
Wujud
nyata atas pertanggung jawaban dan akuntabilitas
¥
Menciptakan
suasana kondusif bagi terciptanya hubungan sinegis antara pemerinyahan dan
rakyat.
PILKADA tidak menjamin
peningkatan kualitas demokrasi sendiri. Demokrasi membutuhkan persyaratan.
Efektifitas PILKADA ditentukan oleh faktor-faktor: kualitas pemilih, kualitas
dewan, sistem rekrutmen dewan, fungsi partai, kebebasan dan konsistensi pers
dan pemberdayaan masyarakat madani.
Hipotesis untuk menguji
efektivitas PILKADA:
¥
Seamakin
buruk prakondisi semakin besar efektivitas pemilih langsung kepala daerah.
¥
semakin
baik prakondisi, semakin kecil efektivitas pemilihan langsung kepala daerah.
Hubungan Antar Prakondisi
Demokrasi dan Efektivitas PILKADA Langsung bersifat timbal balik, artinya
apabila prakondisi demokrasinya buruk maka pemilihan langsung kepala daerah
kurang efektif dalam peningkatan demokrasi.
Kelemahan
PILKADA langsung:
·
Dana
yang dibutuhkan besar
·
Membuka
kemungkinan konflik elite dan massa
·
Aktifitas
rakyat terganggu
Kelebihan PILKADA langsung:
ü
Kepala
daerah yang terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang kuat
ü
Kepala
daerah yang terpilih tidak perlu terikat pada konsesi
partai-partai/fraksi-fraksi politik yang telah mencalonkannya
ü
Sistem
ini lebih akutabel dan adanya akuntabilitas publik
ü
Checks
and balances antara lembaga legislatif dan eksekutif dapat lebih seimbang
ü
Kriteria
calon kepala dinas dapat dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan
memberikan suaranya
ü
Sebagai
wadah pendidikan politik rakyat
ü
Akan
ada pelatihan dan pengembangan demokrasi
ü
PILKADA
langsung sebagai persiapan untuk karier politik rakyat lanjutan
ü
Membangun
politik
ü
Mencegah
konsentrasi kekuasaan dipusat.
0 komentar:
Posting Komentar