RSS

Artikel Bahasa Inggris tentang Hewan 5 Pet Suggestions for Kids



             
In the event you wish to teach your youngster a sense of responsibility without being in-your-face, perhaps purchasing a pet for them may to the trick. This is something that can certainly improve their perspective on life at such a young age, teaching them how to love, care and nurture for something truly fragile. Your youngster will gain knowledge of how to tend to an animal which they could start to think about as an unofficial member of the household. To look after an animal can surely help them become responsible adults as they grow up.
However, as parents, you’ll need to keep an eye out for how they tend to these. Below are 5 suggestions for animals which one may get for your youngster.
Goldfish - This is a type of fish which does not have need of quite a lot of management. You only have to teach your child to feed it regularly as well as clean out the fish tank on his or her own. Another nice fact about goldfish is that they are pretty affordable with regard to maintenance as well.
Hamsters - These are delightful and furry critters which make for good selections as animals that your child will tend to. Naturally, if your youngster develops quite the attachment to them, it is pretty saddening to know that they don’t have long life spans. They are also rather reasonably priced and make for fluffy pals for your kids.
Rats/Mice – These rodents frequently get a bad rep among a lot of individuals, but they’re actually good selections for animals to care for. They are smart, sharp and show a lot of affection towards their owners.
Rabbits - Fluffy and highly cute, these animals may absolutely appeal to your youngster a whole lot. They are rather popular picks among many families these days, and are known to be good substitutes for cats.
Dogs - this is maybe the most typical choice for pets among kids. Taking care of them calls for a whole lot of effort and patience, but it may all be worth it. They are loyal companions which are really intelligent and are the ideal animals for kids who like to engage in a bit of playtime too. They are also frequently recognized as unofficial members of the family, and one may simply take them for walks or go out for some workouts with them. When you think regarding it, dogs could very well be your best pals on four legs.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Artikel Bahasa Inggris tentang Pendidikan English Language Tutoring Methods




          There are several methods of teaching English as a second language. One of the primary methods is known as the direct method which is sometimes called the natural method. This method avoids using the students’ native language and focuses on the target language (English is the target language in this case). The direct method operates on the assumption that the best way to learn a second language is to imitate the way the first language was learned. When a child learns his native language, he doesn’t rely on another language to learn the native language. This method places great emphasis on oral skills, and keeps the printed language away from the learner for as long as possible.
Another major tutoring method in ESL is the audio-lingual method. Students listen to or view tapes of language models and then practice with drills. The instructors that use this method focus on the use of the target language all the time. This method was used by the United States Armed Forces during World War II; it’s a proven method of language learning that works relatively quickly.
A third method is known as the immersion method. The immersion method forces students to communicate in the target language whether they know how to use that language or not. One drawback to this method is that while it creates fluency in the target language, it may not create accuracy.
              Another effective method is relatively new and is called the minimalist or methodological approach. This method was developed by Paul Rowe. It was originally created for inexperienced and/or unqualified EFL (English as a Foreign Language) teachers. However, experienced ESL teachers have responded positively to it because it is relatively simple to use. Flash cards are the major teaching tools used in this method, and there is a focus on using words in the proper context.
Directed practice is another method that produces quick results; it is often used by the US Diplomatic Corps. Students are simply repeating phrases; this repetition provides them with a textbook knowledge of the target language. Their choices of what to say are fairly inflexible though.
One thing to remember when teaching ESL is that many students from other cultures view asking questions of the teacher/tutor as being disrespectful. The tutor should encourage questions and let the students know that they will not be considered disrespectful if they do ask questions.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MEMBANGUN NEGARA BERKEADABAN





A.  KONSEP DASAR TENTANG NEGARA
1. Pengertian Negara
Secara etimologi istilah Negara berasal dari kata state (Inggris), staat (Belanda dan Jerman) atau etat (Prancis), yang memiliki pengertian tentang keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Sedangkan secara terminology, Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Negara merupakan perpaduan anatara alat (agency), dan wewenang (authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan bersama. Robert M.Mac Iver menyatakan Negara merupakan asosiasi yang menyalenggarakan ketertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem yang diselenggarakan oleh sebuah pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kewenangan untuk memaksa

Pengerian negara menurut para ahli :
a.      Georg Jelineck
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah negara tertentu.
b.      George Wilhem Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul dari sintetis kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal.
c.       Reolof Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
d.      Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
e.       Aristoteles
Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencangkupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

2. Unsur- Unsur Negara
            Suatu negara aharus memiliki tiga unsur yaitu rakyat, wilayah, dan pemerintah. Ketiga unsur ini disebut oleh Mahfud MD sebagai unsur konstitutif. Tiga unsur ini perlu ditunjang dengan unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan dari negara lain yang disebut dengan unsur deklaratif.
a.      Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh rasa persamaan dan bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
b.      Wilayah
Wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas.
c.       Pemerintah
Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk mencapai tujuan bersama.
d.      Pengakuan Negara Lain
Unsur pengakuan dari negara kain hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal ini hanya bersifat deklaratif, bukan konstitutif, sehingga tidak bersifat mutlak.

3. Teori tentang Terbentuknya Negara
a. Teori Kontrak Sosial (Social Contract)
             Teori ini beranggapan bahwa negara dibentuk berdasarkan perjanjian- perjanjian dalam masyarakat. Penganut teori ini diantaranya :
Thomas Hobbes (1588-1679)
Alamiah/sebelum bernegara : kacau, tanpa hukum, tanpa ikatan social Bernegara : Adanya perjanjian individu atau pactum subjectionis atau suatu perjanjian untuk menyerahkan semua hak-hak kodrat sekaligus pemberian kekuasaan secara penuh agar tidak dapat ditandingi oleh kekuasaan apapun.
            John Locke (1632-1704)        
Alamiah/sebelum bernegara: Bebas, rukun, bersifat social Bernegara: Perjanjian individu dan perjanjian suara terbanyak (pactum unionis).Menurut John Locke bahwa suatu kekuasaan pemimpin tidak pernah mutlak, tetapi selau terbatas. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan perjanjian individu warga Negara tersebut tidak menyerahkan seluruh hak alamiah mereka. Terdapat hak alamiah yang merupakan hak asasi warga Negara yang tidak dapat dilepaskan sekalipun oleh masing-masing individu.
            Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
Alamiah/sebelum bernegara: sebelum ada dosa, aman, bahagia, bebas dan sederajat. Bernegara: Manusia terbelenggu (pactum unionis.

            b. Teori Ketuhanan (Teokrasi)
Teori Ketuhanan dikenal juga sebagai doktrin teokratis. Doktrin ini berpandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki para raja berasal dari Tuhan. Mereka mendapat mandate dari Tuhan untuk bertahta sebgai penguasa. Menurut teori ini Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin Negara ditunjuk oleh Tuhan. Teori ini dipergunakan untuk membenarkan kekuasaan raja.

            c. Teori Kekuatan
Negara terbentuk karena adanya dominasi Negara kuat. Terbentuk akibat penaklukan dan penduduk lahir akibat pertarungan kekuatan. Malaysia dan Brunei Darussalam merupakan contoh negaranya.

4. Bentuk- bentuk negara
a. Negara Kesatuan
Adalah bentuk Negara merdeka dan berdaulat, dengan satu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Negara kesatua dibagi menjadi 2, yaitu: Sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang lagsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah dibawahnya melaksanakan kebijakan dari pemerintah pusat. Desentralisasi adalah kepala daerah diberikan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintahan di wilayahnya sendiri.
b. Negara Serikat
Adalah bentuk Negara gabungan yang terdiri dari Negara-negara bagian dari sebuah Negara serikat. Negara-negara bagian tersebut memberikan sebagian hak-hak kekuasaannya seperti kebijakan politik luar neri, keamanan, dan pertahanan Negara.Disamping dua bentuk ini, dari sisi pelaksanaan dan mekanisme pemelihannya bentuk Negara dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yaitu:
Ø  Monarki
Adalah pemerintahan yang dikepalai oleh ratu atau raja. Monarki ada dua yaitu monarki absolute dan monarki konstitusional. Monarki absolute adalah model pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan satu orang raja atau ratu. Sedangkan monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan yang kekuasaan kepala negaranya dibatasi oleh ketentua-ketentuan konstitusi Negara.
Ø  Oligarki
Model pemerintahan oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
Ø  Demokrasi
Adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan rakyat atau mendasrkan keuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme PEMILU yang JURDIL dan LUBER.
5. Hubungan Negara dan Warga Negara
             Hubungan warga Negara dengan Negara ibarat ikan dan airnya, keduanya memiliki hubungan timbal balik. Negara Indonesia sesuai dengan konstitusi misalnya berkewajiban untuk menjamin dan melindungi seluruh warga Negara Indonesia tanpa kecuali. Negara juga berkewajiban untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga Negara dalam beragama sesuai dengan keyakinannya, hak mendapatkan pendidikan kebebasan berorganisasi, berekspresi dan sebagainya.

6. Islam dan Negara : bersama membangun demokrasi dan mencegah disintegrasi bangsa
            Peran agama, khususnya Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia sangat strategis bagi proses transformasi demokrasi saat ini. Pada saat yang sama Islam bisa berperan mencegah disintegrasi bangsa sepanjang pemeluknya mampu bersifat inklusif dan toleran terhadap kodrat kemajemukan Indonesia. Sebalikny jika umat Islam bersikap eksklusif dan cenderung memaksakan kehendak, dengan alasan mayoritas, tidak mustahil kemayoritasan umat Islam akan lebih berpotensi menjelma sebagai ancaman disintegrasi dari pada kekuatan integratif bangsa.
            Negara berpotensi menjadi ancaman bagi prosesdemokrasi jika ia tampil sebagai kekuatan represif dan mendominasi berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana telah terjadi di masa lalu. Lahirnya kekuatan demokrasi yang diperankan oleh berbagai komponen masyarakat madani di indonesia seperti LSM, Ormas sosial keagamaan, partai politik dan sebagainya.
            Jadi negara dan agama melalui kekuatan masyarakat sipilnya, adalah dua komponen utama dalam proses membangun demokrasi di indonesia yang berkeadapan. Dua komponen ini memiliki peluang yang sama untuk menjadi komponen yang beradap atau sebaliknya dalam pembangunan demokrasi. Membangun demokrasi adalah proses membangun kepercayaan diantara sesama warga negara dan negara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MASYARAKAT MADANI


A.     Pengertian

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata “societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond, 2003: 278).
Cornelis Lay melihat substansi civil society mengacu kepada pluralitas bentuk dari kelompok-kelompok independen (asosiasi, lembaga kolektivitas, perwakilan kepentingan) dan sekaligus sebagai raut-raut dari pendapat umum dan komunikasi yang independen. Ia adalah agen, sekaligus hasil dari transformasi sosial (Cornelis Lay, 2004: 61). Sementara menurut Haynes, tekanan dari “masyarakat sipil” sering memaksa pemerintah untuk mengumumkan program-program demokrasi, menyatakan agenda reformasi politik, merencanakan dan menyelenggarakan pemilihan umum multipartai, yang demi kejujuran diawasi oleh tim pengamat internasional (Jeff Haynes, 2000: 28).
Menurut AS Hikam, civil society adalah satu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan, dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. Ciri-ciri utama civil society, menurut AS Hikam, ada tiga, yaitu: (1) adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara; (2) adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praktis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan (3) adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.
Dalam arti politik, civil society bertujuan melindungi individu terhadap kesewenang-wenangan negara dan berfungsi sebagai kekuatan moral yang mengimbangi praktik-praktik politik pemerintah dan lembaga-lembaga politik lainnya. Dalam arti ekonomi, civil society berusaha melindungi masyarakat dan individu terhadap ketidakpastian global dan cengkeraman konglomerasi dengan menciptakan jaringan ekonomi mandiri untuk kebutuhan pokok, dalam bentuk koperasi misalnya. Oleh karena itu, prinsip civil society bukan pencapaian kekuasaan, tetapi diberlakukannya prinsip-prinsip demokrasi dan harus selalu menghindarkan diri dari kooptasi dari pihak penguasa (Haryatmoko, 2003: 212).
Antara Masyarakat Madani dan Civil Society Sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah—yang dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim modern—akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah (A. Syafii Maarif, 2004: 84).

B.      Ciri-ciri Masyarakat Madani
Ada beberapa ciri-ciri utama dalam civil society,
(1) adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara;
(2) adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana dan praksis yang berkaitan dengan kepentingan publik, dan
(3) adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar ia tidak intervensionis.

Berikut ini adalah beberapa karakteristik masyarakat madani:
1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
Demokratisasi dapat terwujud melalui penegakkan pilar-pilar demokrasi yang meliputi:
a)           Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
b)          Pers yang bebas
c)           Supremasi hukum
d)          Perguruan Tinggi
e)           Partai politik

3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap lingkungannya.
6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
7.Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya:
1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.
5.  Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar.

C.     Konsep Masyarakat Madani
Konsep masyarakat madani yang menjadi perbincangan dewasa ini pada dasarnya memang mengacu pada konsep civil society yang sudah berkembang di Barat, walaupun akhir-akhir ini sedang digali juga pemikiran yang mengacu kepada “masyarakat Madinah”. Konsep civil society yang telah mapan, sekalipun selalu mengalami pemikiran ulang (rethinking) itu, bukan merupakan konsep yang universal, melainkan historis-kontekstual. Secara historis, civil society dibentuk oleh tiga kejadian besar di Eropa Barat. Pertama, Reformasi Teologis yang menghasilkan sekularisme. Kedua, Revolusi lndustri yang menghasilkan model teknokratisme, baik yang bercorak kapitalisme pasar, sosialisme maupun negara kesejahteraan (welfare state). Ketiga Revolusi Perancis dan Revolusi Amerika yang menghasilkan model negara dan masyarakat yang mengacu kepada trilogi liberte, egalite, fraternite dalam berbagai coraknya.
Salah satu ide penting yang melekat dalam konsep civil society adalah keinginan memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dengan institusi sosial yang berada pada: sektor publik (pemerintah dan partai politik), sektor swasta (pelaku bisnis) dan sektor sukarela (lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan dan kelompok profesional).
Secara politis, melalui konsep civil society dapat diciptakan bentuk hubungan yang kurang lebih semetris, sehingga kondusif bagi terciptanya demokrasi. Dasar asumsinya adalah apabila negara terlalu kuat, negara adi kuasa, tetapi masyarakat lemah, maka proses demokratisasi akan stagnant atau berjalan di tempat. Secara ekonomis, melalui konsep civil society dapat dibangun kegiatan dan hubungan ekonomi yang menciptakan kemandirian. Pesan ideologis yang melekat di dalamnya adalah tidak ada monopoli negara, tidak ada manipulasi, juga tidak ada dominasi pemilikan bagi kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Kemudian secara sosial, melalui civil society dapat dibangun keseimbangan kedudukan dan peran orang sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, atau keseimbangan antara individual participation dan socialobligations. Dalam konteks ini, konsep civil society kurang lebih sama dengan pengertian gemeinschaft (paguyuban) atau mezzo-structures.
Yaitu bentuk pengelompokan sosial yang lebih kompleks daripada bentuk keluarga tetapi juga tidak terlalu kaku, tidak terlalu formal, seperti lazim dikembangkan oleh negara. Pesan ideologis yang terendap di dalamnya adalah memerdekakan orang atau menumbangkan pelbagai bentuk penjajahan terhadap kehidupan manusia, sehingga dapat dibangun solidaritas sosial, atau perasaan menjadi satu kesatuan dalam rasa sepenanggungan.
Kelahiran ide civil society kelihatan sebagai bagian dari sebuah kesadaran bahwa menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial melalui negara ternyata tidak sederhana. Benar memang ada sejumlah negara yang sangat memperhatikan kepentingan masyarakat, tetapi pelbagai bukti memperlihatkanbahwa sejumlah negara justru menempatkan masyarakat pada posisi inferior dan menjadi sapi perahan. Kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika institusi birokrasi dan institusi politik yang seharusnya berperan menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial tersebut didominasi dan ditentukan oleh kemauan rejim yang berkuasa (the ruling class). Ketika kedudukan rejim yang berkuasa terlalu dominan, institusi birokrasi tidak dapat secara optimal melayani publik, karena selalu memperoleh pelbagai macam tekanan. Keadaannya menjadi semakin runyam ketika rejim yang berkuasa tersebut mencanangkan strategi ‘politisasi birokrasi’ yang menempatkan para birokrat menjadi aparat yang harus loyal pada rejim. Kondisi ini selanjutnya membuat birokrat tidak mampu mengendalikan kemauan dan mengontrol 2 Sztompka, Piotr, ‘Mistrusting Civility: Predicament of a Post-Communist Society’, dalam Jeffrey C. Alexander (ed.), Real Civil Societies, Dilemmas of Institutionalization, 1998, p. 1913 Budiman, Arief, State and Civil Society, The Publications Officer, Centre of  Southeast Asian Studies, Monash University, Clayton, Victoria, 1990, pp. 5-93 kegiatan rejim berkuasa, sebaliknya mereka justru menjadi kepanjangan tangan rejim tersebut. Para birokrat tidak netral, dan dalam segala tindakannya lebih mengutamakan kemuan rejim daripada kepentingan masyarakat. Kekuasaan rejim yang sangat kuat juga dapat membuat institusi politik menjadi mandul.
Atau adi kuasa, civil society berusaha menciptakan interaksi antara negara dan masyarakat dilekati interdependensi, saling mengisi dan saling menguntungkan satu sama lain. Nilai penting yang melekat dalam civil society adalah partisipasi politik dalam arti peran masyarakat sangat diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan publik atau masyarakat dapat mewarnai keputusan publik. Di samping itu juga ada akuntabilitas negara (state accountability) dalam arti negara harus bisa memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kebijakan publik yang diambil sesuai dengan ketentuan yang berlaku, efisien (mengeluarkan resources secara porposional dengan hasil optimal) dan efektif (tidak merusak atau bertentangan dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat). Selanjutnya, ide civil society menghendaki institusi-institusi yang berada pada sektor publik, sektor swasta maupun sektor sukarela adalah berbentuk forum-forum yang representatif atau berupa asosiasi-asosiasi yang jelas arahnya dan dapat dikontrol. Forum atau asosiasi semacam itu bersifat terbuka, inklusif dan harus ditempatkan sebagai mimbar masyarakat mengekspresikan keinginannya. Melalui forum atau asosiasi semacam itu civil society menjamin adanya kebebasan mimbar, kebebasan melakukan disiminasi atau penyebar luasan opini publik. Itulah sebabnya seringkali dinyatakan bahwa civil society adalah awal kondisi yang sangat vital bagi eksistensi demokrasi. Kendatipun karakteristik civil society bertentangan dengan karakteristik political society (yang menempatkan negara pada posisi sentral), namun tidak berarti bahwa civil society harus selalu melawan negara atau harus menghilangkan rambu-rambu politik yang telah dibangun oleh negara, jadi status dan peran negara tetap diperlukan.
Salah satu ide penting yang melekat dalam konsep civil society adalah keinginan memperbaiki kualitas hubungan antara masyarakat dengan institusi sosial yang berada pada: sektor publik (pemerintah dan partai politik), sektor swasta (pelaku bisnis) dan sektor sukarela (lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan dan kelompok profesional).
Secara politis, melalui konsep civil society dapat diciptakan bentuk hubungan yang kurang lebih semetris, sehingga kondusif bagi terciptanya demokrasi. Dasar asumsinya adalah apabila negara terlalu kuat, negara adi kuasa, tetapi masyarakat lemah, maka proses demokratisasi akan stagnant atau berjalan di tempat. Secara ekonomis, melalui konsep civil society dapat dibangun kegiatan dan hubungan ekonomi yang menciptakan kemandirian. Pesan ideologis yang melekat di dalamnya adalah tidak ada monopoli negara, tidak ada manipulasi, juga tidak ada dominasi pemilikan bagi kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. Kemudian secara sosial, melalui civil society dapat dibangun keseimbangan kedudukan dan peran orang sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, atau keseimbangan antara individual participation dan socialobligations. Dalam konteks ini, konsep civil society kurang lebih sama dengan pengertian gemeinschaft (paguyuban) atau mezzo-structures.
Yaitu bentuk pengelompokan sosial yang lebih kompleks daripada bentuk keluarga tetapi juga tidak terlalu kaku, tidak terlalu formal, seperti lazim dikembangkan oleh negara. Pesan ideologis yang terendap di dalamnya adalah memerdekakan orang atau menumbangkan pelbagai bentuk penjajahan terhadap kehidupan manusia, sehingga dapat dibangun solidaritas sosial, atau perasaan menjadi satu kesatuan dalam rasa sepenanggungan.
Kelahiran ide civil society kelihatan sebagai bagian dari sebuah kesadaran bahwa menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial melalui negara ternyata tidak sederhana. Benar memang ada sejumlah negara yang sangat memperhatikan kepentingan masyarakat, tetapi pelbagai bukti memperlihatkanbahwa sejumlah negara justru menempatkan masyarakat pada posisi inferior dan menjadi sapi perahan. Kehidupan masyarakat menjadi semakin sengsara ketika institusi birokrasi dan institusi politik yang seharusnya berperan menghadirkan kesejahteraan dan keadilan sosial tersebut didominasi dan ditentukan oleh kemauan rejim yang berkuasa (the ruling class). Ketika kedudukan rejim yang berkuasa terlalu dominan, institusi birokrasi tidak dapat secara optimal melayani publik, karena selalu memperoleh pelbagai macam tekanan. Keadaannya menjadi semakin runyam ketika rejim yang berkuasa tersebut mencanangkan strategi ‘politisasi birokrasi’ yang menempatkan para birokrat menjadi aparat yang harus loyal pada rejim. Kondisi ini selanjutnya membuat birokrat tidak mampu mengendalikan kemauan dan mengontrol 2 Sztompka, Piotr, ‘Mistrusting Civility: Predicament of a Post-Communist Society’, dalam Jeffrey C. Alexander (ed.), Real Civil Societies, Dilemmas of Institutionalization, 1998, p. 1913 Budiman, Arief, State and Civil Society, The Publications Officer, Centre of  Southeast Asian Studies, Monash University, Clayton, Victoria, 1990, pp. 5-93 kegiatan rejim berkuasa, sebaliknya mereka justru menjadi kepanjangan tangan rejim tersebut. Para birokrat tidak netral, dan dalam segala tindakannya lebih mengutamakan kemuan rejim daripada kepentingan masyarakat. Kekuasaan rejim yang sangat kuat juga dapat membuat institusi politik menjadi mandul.

D.      Masyarakat Madani Dalam Islam
Membangun masyarakat dalam kacamata Islam adalah tugas jama’ah, kewajiban bagi setiap muslim.  Islam memiliki landasan kuat untuk melahirkan masyarakat yang beradab, komitmen pada kontrak sosial (baiat pada kepemimpinan Islam) dan norma yang telah disepakati bersama (syariah). Bangunan sosial masyarakat muslim itu ciri dasarnya: ta’awun (tolong-menolong), takaful (saling menanggung), dan tadhomun (memiliki solidaritas).
Masyarakat ideal – kerap disebut masyarakat madani yang kadang disamakan  dengan masyarakat sipil (civil society), adalah masyarakat dengan tatanan sosial yang baik, berazas pada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial.  Pelaksanaannya antara lain dengan terbentuknya pemerintahan yang tunduk pada aturan dan undang-undang dengan sistem yang transparan.Dalam konteks ini, kita memilih mengartikan masyarakat madani sebagai terjemahan dari kosa kata bahasa Arab mujtama’ madani. Kata ini secara etimologis mempunyai dua arti, pertama, masyarakat kota, karena kata ‘madani’ berasal dari kata madinah yang berarti ‘kota’, yang menunjukkan banyaknya aktivitas, dinamis, dan penuh dengan kreativitas; kedua, masyarakat peradaban, karena kata ‘madani’ juga merupakan turunan dari kata tamaddun yang berarti ‘peradaban’.  Masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
Adalah Nabi Muhammad Rasulullah sendiri yang memberi teladan kepada umat manusia ke arah pembentukan masyarakat peradaban. Setelah belasan tahun berjuang di kota Mekkah tanpa hasil yang terlalu menggembirakan, Allah memberikan petunjuk untuk hijrak ke Yastrib, kota wahah atau oase yang subur sekitar 400 km sebelah utara Mekkah. Sesampai di Yastrib, setelah perjalanan berhari-hari yang amat melelahkan dan penuh kerahasiaan, Nabi disambut oleh penduduk kota itu, dan para gadisnya menyanyikan lagu Thala’a al-badru ‘alaina (Bulan Purnama telah menyingsing di atas kita), untaian syair dan lagu yang kelak menjadi amat terkenal di seluruh dunia. Kemudian setelah mapan dalam kota hijrah itu, Nabi mengubah nama Yastrib menjadi al-Madinat al-nabiy (kota nabi).
Secara konvensional, perkataan “madinah” memang diartikan sebagai “kota”. Tetapi secara ilmu kebahasaan, perkataan itu mengandung makna “peradaban”. Dalam bahasa Arab, “peradaban” memang dinyatakan dalam kata-kata “madaniyah” atau “tamaddun”, selain dalam kata-kata “hadharah”. Karena itu tindakan Nabi mengubah nama Yastrib menjadi Madinah, pada hakikatnya adalah sebuah pernyataan niat, atau proklamasi, bahwa beliau bersama para pendukungnya yang terdiri dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar hendak mendirikan dan membangun mansyarakat beradab.

E.       Masyarakat Madani Di Indonesia
Tantangan masa depan demokrasi di negeri kita ialah bagaimana mendorong berlangsungnya proses-proses yang diperlukan untuk mewujudkan nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan universal. Kita semua harus bahu membahu agar jiwa dan semangat kemanusiaan universal itu merasuk ke dalam jiwa setiap anak bangsa sehingga nyata dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, menurut Nurcholish Madjid, terdapat beberapa pokok pikiran penting dalam pandangan hidup demokrasi, yaitu:
(1) pentingnya kesadaran kemajemukan atau pluralisme,
(2) makna dan semangat musyawarah menghendaki atau mengharuskan adanya keinsyafan dan kedewasaan untuk dengan tulus menerima kemungkinan kompromi atau bahkan “kalah suara”,
(3) mengurangi dominasi kepemimpinan sehingga terbiasa membuat keputusan sendiri dan mampu melihat serta memanfaatkan alternatif-alternatif,
(4) menjunjung tinggi moral dalam berdemokrasi
(5) pemufakatan yang jujur dan sehat adalah hasil akhir musyawarah yang juga jujur dan sehat,
(6) terpenuhinya kebutuhan pokok; sandang, pangan, dan papan, dan
(7) menjalin kerjasama dan sikap yang baik antar warga masyarakat yang saling mempercayai iktikad baik masing-masing.
Pemberdayaan masyarakat madani ini menurut penulis harus di motori oleh dua ormas besar yaitu NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi Islam ini usia lebih tua dari republik. Oleh karena itu, ia harus lebih dewasa dalam segala hal. Wibawa, komitmen dan integritas para pemimpin serta manajemen kepemimpinannya harus bisa seimbang dengan para pejabat negara, bahkan ia harus bisa memberi contoh baik bagi mereka. Ayat yang disebutkan di awal itu mengisyarakat bahwa perubahan akan terjadi jika kita bergerak untuk berubah.
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
Dan bila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya. Dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia,”(QS Ar-Ra’d [13]: 11).
Masyarakat madani memiliki peran signifikan dalam memelopori dan mendorong masyarakat. Pembangunan sumberdaya manusia bisa ia rintis melalui penyelenggaraan program pendidikan, peningkatan perekonomian rakyat bisa ditempuh melalui koperasi dan pemberian modal kepada pengusaha dan menengah. Dua hal ini, dari banyak hal, yang menurut penulis sangat kongkrit dan mendesak untuk digarap oleh elemen-elemen masyarakat madani, khususnya ormas-ormas, guna memelopori dan mendorong perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Untuk membangun masyarakat yang maju dan berbudaya, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilandasi dengan iman dan takwa, paling tidak harus ada tiga syarat: menciptakan inovasi dan kreasi, mencegah kerusakan-kerusakan sumber daya, dan pemantapan spiritualitas. Masyarakat madani itu hendaknya kreatif terhadap hal-hal baru, antisipatif dan preventif terhadap segala kemungkinan buruk, serta berketuhanan Yang Maha Esa.
Jika syarat-syarat dan komponen-komponen masyakarat madani berdaya secara maksimal, maka tata kehidupan yang demokratis akan terwujud. Selain ikut membangun dan memberdayakan masyarakat, masyarakat madani juga ikut mengontrol kebijakan-kebijakan negara. Dalam pelaksanaannya, mereka bisa memberikan saran dan kritik terhadap negara. Saran dan kritik itu akan objektif, jika ia tetap independen. Setiap warga negara berada dalam posisi yang sama, memilik kesempatan yang sama, bebas menentukan arah hidupnya, tidak merasa tertekan oleh dominasi negara, adanya kesadaran hukum, toleran, dan memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Masyarakat madani sukar tumbuh dan berkembang pada rezim Orde Baru karena adanya sentralisasi kekuasaan melalui korporatisme dan birokratisasi di hampir seluruh aspek kehidupan, terutama terbentuknya organisasi-organisasi kemasyarakatan dan profesi dalam wadah tunggal, seperti MUI, KNPI, PWI, SPSI, HKTI, dan sebagainya.  Organisasi-organisasi tersebut tidak memiliki kemandirian dalam pemilihan pemimpin maupun penyusunan program-programnya, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan.

F.       Analisa Masalah
Sesuai dengan pengertian dan masyarakat yaitu masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dapat disimpulkan bahwa masih banyak kekurangan yang terjadi dinegara kita.

Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di Indonesia diantaranya:
1).        Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata.
2).        Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat.
3).        Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter.
4).        Tingginya lapangan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas.

Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya:
1).  Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan  pendapatan dan pendidikan.
2). Sebagai advokasi bagi masyarakat yang teraniaya, tidak berdaya membela hak-hak dan kepentingan mereka.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS